MADRASAH RINTISAN UNGGULAN NU KABUPATEN SEMARANG

Ke-NU-an

Membimbing Siswa Dengan Ajaran Islam (Ahlussunnah wal Jama'ah)

PROFIL NU

SEJARAH BERDIRINYA NU

NU adalah Jamiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M di Kertopaten Kota Surabaya. Pada waktu itu ada peristiwa sejarah berkumpulnya para ulama terkemuka di Kertopaten Surabaya, di kediaman KH. Abdul Wahab Chasbullah pada 31 Januari 1926. Pertemuan ini pada awalnya bertujuan membahas dan menunjuk apa yang selanjutnya dinamakan Komite Hijaz. Komite yang diutus untuk menyampaikan pesan kepada Raja Abdul Azis Ibnu Sa’ud, penguasa baru Arab yang berpaham wahabi. Tentang Komite Hijaz akan dibahas selanjutnya. Karena belum memiliki organisasi yang bertindak sebagai pengirim delegasi maka secara spontan dibentuklah organisasi yang kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama (setelah sebelumnya terjadi perdebatan tentang nama organisasi ini). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan NU merupakan pengorganisasian potensi dan peran Ulama dan Kyai pesantren agar wilayah kerja keulamaannya meluas, tidak melulu terbatas pada persoalan kepesantrenan atau kegiatan ritual keagamaan, tetapi juga untuk lebih peka terhadap masalah sosial, ekonomi, politik dan urusan kemasyarakatan pada umumnya.
Berkaca terhadap apa yang terjadi pada masa itu, para pengamat berbeda pendapat mengenai latar alasan pasti dibentuknya NU. Tapi setidaknya ada 3 faktor pendorong pembentukan NU. Pertama adalah motivasi untuk mempertahankan agama Islam dari serbuan kristenisasi yang dibawa penjajah saat itu. Hal ini dikira perlu dikarenakan pemerintah Belanda memberikan bantuan secara besar-besaran untuk Misi Katholik dan Zending Protestan (akar penjajahan tidak bisa dilepaskan dari sejarah perang salib dan misi penyebaran agama Kristen, slogan: gold-gospel-glory). Sejarah mencatat bahwa perlawanan secara fisik dan sporadis tidak banyak berhasil sehingga diperlukan langkah lain dalam melawan penjajah. Pembentukan organisasi dirasa perlu sebagai alat komunikasi ummat sekaligus alat penyiaran dan pertahanan akidah yang merupakan konsekuensi dan tanggung jawab keagamaan yang diamanatkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Kedua adalah semangat nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan. Hal ini terungkap dari diskusi KH. Wahab Chasbullah dan Kiai Abdul Halim (Cirebon) sehari sebelum berdirinya NU. Kiai Abdul Halim menanyakan kepada KH. Wahab Chasbullah mengenai pembentukan organisasi ini, “Apakah mengandung tujuan untuk menuntut kemerdekaan?”. Jawab KH. Wahab, “tentu, itu syarat nomor satu. Ummat Islam menuju ke jalan itu (kemerdekaan). Ummat Islam tidak akan leluasa, sebelum Negara kita merdeka”. Dialog tersebut menunjukkan bahwa pendirian NU juga karena ada dorongan kuat untuk mencapai kemerdekaan.
Ketiga adalah untuk mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Seperti kita ketahui, pada 1920-an Arab sukses dikuasai oleh rezim Sa’ud yang berpaham wahabi. Kemenangan rezim Sa’ud di Arab ini dipandang membahayakan eksistensi faham ahlussunnah yang pro tradisi dan telah berlangsung lama di Timur Tengah. Sedangkan kita tahu bahwa gerakan wahabi memiliki jargon untuk purifikasi (pemurnian) ajaran Islam dan anti-tradisi. Wahabi merupakan aliran keagamaan yang menentang banyak hal dan ikhwal praktik keagamaan yang dianggap penuh bid’ah, takhayul, khurafat dan syirik, termasuk penggunaan madzhab yang tidak ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Pada saat itu, kerajaan Saudi mengundang perwakilan ummat Islam di dunia untuk hadir dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) dimana kongres tersebut bertujuan untuk mensepakati penggunaan paham wahabi yang puritan dan anti tradisi tersebut. Perwakilan dari Indonesia sendiri diputuskan melalui Kongres Al Islam yang digelar di Yogyakarta tahun 1925 dimana perwakilan berbagai ormas dan tokoh agama Islam hadir. Saat itu KH. Wahab Chasbulloh berbeda pandangan dengan perwakilan yang lain sehingga Beliau dikeluarkan dari anggota. Agar terus bisa memperjuangkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah maka dibentuklah Komite Hijaz (yang telah disinggung sebelumnya) untuk menyampaikan aspirasi dengan menghadap Raja Saudi. Intinya adalah agar kerajaan Saudi tetap menghormati kebebasan bermadzhab, praktik-praktik keagamaan serta memelihara dan meramaikan tempat-tempat bersejarah ummat Islam. Komite Hijaz yang akhirnya diutus menghadap raja Saudi adalah KH. Wahab Chasbullah sendiri dan Syaikh Ahmad Ghana’im (asal Mesir), dua tahun setelah NU berdiri. Adapun tokoh-tokoh yang hadir dalam pembentukan Komite Hijaz (tempat dan waktu pembentukan telah disebut sebelumnya) adalah KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng-Jombang), KH. Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), KH. Asnawi (Kudus), KH. Nawawi (Pasuruhan), KH. Ridwan (Semarang), KH. Ma’sum (Lasem-Rembang), KH. Nahrawi (Malang), H. Ndoro Muntaha (Menantu KH. Kholil Bangkalan-Madura), KH. Abdul Hamid (Sedayu-Gresik), KH. Abdul Halim (Cirebon), KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi, KH. Abdullah Ubaid (Surabaya), Syaikh Ahmad Ghana’im (Mesir) dan KH. Wahab Chasbullah sendiri sebagai tuan rumah.
Dari uraian di atas sebenarnya terlihat jelas bahwa dibentuknya NU utamanya lebih merupakan reaksi atas wahabisme di Timur Tengah, bukan reaksi atas ormas-ormas yang sebelumnya telah ada terlebih dahulu (Muhammadiyah, Persis, dll) walaupun diakui atau tidak pada beberapa (banyak) aspek ada kesamaan faham antara wahabi dan ormas-ormas tersebut. Tetapi bukan berarti ormas-ormas seperti Muhammadiyah dan Persis sama sekali tidak memiliki pengaruh atas lahirnya NU. Sejarah mencatat sering kali terjadi debat terbuka yang sengit dan penuh fanatisme antara KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansur (dari Muhammadiyah), Syaikh Ahmad Surkati (dari Al Irsyad), Ahmad Hasan (dari Persis) yang mewakili kubu pembaharu, puritan, anti-tradisi melawan KH. Wahab Khasbullah, KH. R. Asnawi, KH. M Dahlan Kertosono yang mewakili kaum tradisionalis dan pro-tradisi. Perdebatan berlangsung lama dan melelahkan walaupun hanya dalam taraf fiqh furu’ (cabang) seperti tahlil, talqin mayit, bacaan ushalli, doa qunut dan persoalan “remeh” lainnya. Akan tetapi hingga saat ini pun masih bisa kita rasakan bekas-bekas perdebatan tersebut. Sekarang menjadi jelas bahwa walaupun pembentukan NU bukan atas reaksi utama terhadap eksistensi ormas pembaharu Islam di tanah air tetapi keberadaan ormas-ormas tersebut tetap memberi andil atas terbentuknya NU, bahkan terhadap perjalanan NU sekarang.
Harus diketahui pula, jauh sebelum NU berdiri sudah terjalin komunikasi yang intens antara para Kiai pesantren. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan Kiai pesantren memiliki poros/ kiblat keilmuan yang sama yaitu poros Bangkalan (KH. Kholil), poros Tebuireng (KH. Hasyim Asy’ari) dan poros Mekkah (Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Mahfudh al Tarmasi dan lain sebagainya). Tradisi silaturahmi para Kiai ini membentuk semacam jaringan yang memudahkan setiap agenda pertemuan, termasuk terbentuknya NU. Selain itu pembentukan NU juga merupakan akumulasi persoalan yang telah mengendap sekian lama baik dalam ranah KeIslaman atau KeIndonesiaan.
Tanpa mengecilkan peran Kiai lain, harus diakui tokoh yang bisa dikatakan paling banyak berkeringat dalam pendirian NU adalah KH. Wahab Chasbullah. Dengan dukungan penuh dari saudara sepupu sekaligus gurunya KH. Hasyim Asy’ari, Beliau merintis beberapa lembaga/ organisasi/ forum intelektual untuk meningkatkan kepekaan sosial dan kecerdasan para Kiai dan Santri. Beliau pernah masuk Sarikat Islam (SI) tetapi akhirnya keluar karena SI dianggap terlalu politis. Selanjutnya beliau membuat lembaga yang konsen pada masalah pendidikan yaitu Nahdlatul Wathan dan membuat kelompok diskusi keagamaan dan sosial masyarakat yang diberi nama Tashwirul Afkar. Sebenarnya kesemuanya itu ada sebelum NU berdiri. Sebelumnya KH. Wahab Chasbullah juga pernah mengusulkan agar dibentuk sejenis “organisasi perkumpulan para ulama” tetapi usulan tersebut ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari karena dirasa belum cukup alasan pembentukannya. Baru pada 31 Januari 1926 itulah KH. Hasyim Asy’ari merestui berdirinya NU karena dipandahng telah cukup alasan, bahkan beliau sendiri yang menjadi Rais Akbar-nya setelah Beliau pun mendapat petunjuk melalui gurunya KH. Khalil (Bangkalan-Madura).
Dalam pidato pembentukan NU, yang kemudian menjadi “Muqaddimah Qanun Asasi NU”, KH. Hasyim Asy’ari secara tegas mengatakan bahwa “…Pendirian jam’iyyah Nahdlatul Ulama atau NU adalah mutlak diperlukan untuk memperkuat basis solidaritas sesama ummat Islam guna memerangi keangkaramurkaan”. Sebuah syair pun dikutip Hadratus Syaikh (sebutan untuk KH Hasyim Asy’ari) yang menunjukkan signifikansi sebuah Jam’iyyah, yaitu:
“… Berhimpunlah anak-anakku bila genting datang melanda
Jangan bercerai berai, sendiri-sendiri
Cawan-cawan enggan pecah bila bersama
Bila bercerai, satu-satu pecah berderai…”
Pada tanggal 5 September 1929, para fungsionaris NU mengajukan surat permohonan legalisasi organisasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Lima bulan kemudian, tepatnya 6 Februari 1930 permohonan tersebut dikabulkan dan NU resmi berbadan hukum. Sejak saat itu organisasi itu terus berkembang dan menjadi ormas terbesar di negeri ini.

Sumber : Nalar Islam Nusantara (Studi Islam ala Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis dan NU). Ditulis oleh: M. Mukhlis Jamil, Musahadi, Choirul Anwar, Abdul Kholiq. Diterbitkan oleh: Fahmina Institute, Maret 2008. Didukung sumber dari NU online (www.nu.or.id)

ARTI DAN MAKNA LAMBANG NU 

Lambang NU diciptakan oleh K.H RIDWAN ABDULLAH salah seorang a'wan syuriah PBNU periode pertama pada tahun 1926,lambang itu dihasilkan dari sebuah mimpi setelah melakukan sholat istikhoroh,shga diyakini bukan lambang sembarangan tp memiliki makna yg sangat dalam.

1.BOLA DUNIA bumi adalah tempat manusia berasal,menjalani hidup dan kembali sesuai dgn surat thaha ayat 55 yg berbunyi:"dari bumi (tanah) itulah KAMI menjadikan kamu dan kepadanya KAMI akan mengembalikan kamu dan dari padanya KAMI akan mengeluarkan kamu pada kali yg lain"

2.TAMPAR YG MELINGKAR DGN UNTAIAN BERJUMLAH 99 99 melambangkan nama-nama bagi ALLAH (asma'ul husna) tali melambangkan ukhuwah yg kokoh berdasarkan ayat 103 surat ali imron "dan berpeganglah kalian dgn tali (agama) ALLAH,dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat ALLAH kpdamu ktka kamu dahulu(masa jahiliyah)bermusuh musuhan,maka ALLAH melunakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat ALLAH orang orang yg bersaudara"

3.PETA INDONESIA melambangkan bahwa nahdhotul ulama didirikan di indonesia dan berjuang untuk kejayaan negara kesatuan republik indonesia

4.DUA SIMPUL IKATAN DIBAGIAN BAWAH melambangkan hub vertikal kpd ALLAH (hablun minallah) dan hubungan horizontal dgn sesama manusia (hablun minannas).

5.EMPAT BINTANG MELINTAS DI ATAS BUMI melambangkan KHULAFA'UR RASYIDIN

6.SATU BINTANG BESAR DITENGAH melambangkan RASULULLOH SAW

7.EMPAT BINTANG DIBAWAH BUMI melambangkan EMPAT IMAM MADHAB (imam syafii,imam hanafi,imam maliki,imam hambali)

8.JUMLAH BINTANG SELURUHNYA 9 melambangkan WALI SONGO yg menyebarkan agama islam di belahan nusantara

9.TULISAN ARAB NAHDHOTUL ULAMA MELINTANG DI TENGAH BUMI berarati nama organisasi yg dimotori oleh para ulama yg artinya "kebangkitan para ulama"

10.WARNA HIJAU melambangkan kesuburan

11.WARNA PUTIH melambangkan kesucian

STRUKTUR ORGANISASI NU, LEMBAGA, LAJNAH, DAN BADAN OTONOM
1.    Struktur Organisasi NU tingkat kepengurusan
a.    PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) untuk tingkat pusat.
b.   PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) untuk tingkat propinsi.
c.    PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kabupaten.
d.   MWCNU (Pengurus Wakil Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kecamatan.
e.   PRNU (Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama) untuk tingkat Kelurahan.
2.    Lembaga
Lembaga adalah perangkat oraganisasi NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan bidang tertentu. Lembaga-lembaga tsb adalah :
a.    LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang dakwah islam ASWAJA.
b.   LP Ma’arif NU bertugas dibidang pendidikan formal/non formal selain pon. Pes.
c.    LSM-NU (Lembaga Sosial Mabarot Nahdlatul Ulama) bertugas di bidang social dan kesehatan
d.   LENU (Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang ekonomi warga NU.
e.   LP3NU (LembagaPembangunan dan  Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang pengembangan pertanian, perternakan, dan perikanan.
f.     RMI (Rabithah Ma’ahidil Islamiyah) bertugas di bidang pengembangan Pondok esantren (Pon. Pes)
g.    LKNU (Lembaga Kemaslahatan dan Keuarga Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang kemaslahatan keluarga, kependudukan dan lingkungan hidup.
h.   Haiah Ta’mir Masjid bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan dan kemakmuran masjid.
i.      Lembaga misi islam bertugas dibidang pengembangan dan penyiaran islam ASWAJA di daerah yang bersifat khusus.
j.     ISHI (Ikatan Seni Hadrah Indonesia) bertugas dibidang pengembangan seni hadroh (terbangan).
k.    Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) bertugas dibidang seni dan budaya.
l.      IPSNU Pagar Nusa (Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang pengembangan olah raga bela diri pencak silat. 
3.    Lajnah
Lajnah adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi untuk melaksanakan program NU yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah tersebut yaitu :
a.    Lajnah falakiyah bertugas menentukan penanggalan th hijriyah, awal dan akhir bln ramadhan
b.   Lajnah Taklif wannasyr bertugas penulisan karangan, penerjemahan, penerbitan buku, kitab, dll.
c.    Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam-NU) bertugas melakukan kajian, penelitian, dan elatihan dalam rangka meningkatkan SDM-NU.
d.   Lajnah Penyuluhan dan bantuan Hukum
e.   Lanjnah Zakat, Infaq dan Shadaqah
f.     Lajnah Bahsul Masail Diniyah bertugas menghimpun, membahas dan memecahkan masalah yang mauquf dan waqiah yang harus segera mendapatkan kepastian hukum.
4.    Badan Otonom
Badan Otonom adalah Perangkat Organisasi NU yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertuntu. Yaitu : Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, IPNU, IPPNU, Jam’iyan Ahli Thariqah al Mu’tabaroh an Nahdliyah, JQH (Jamiyatul Quro’ wal hufadz), Pergunu (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama), dan ISNU (Ikatan Sarjana nahdlatul Ulama).
5.    Struktur Kepengurusan NU
a.    Mustasyar (Dewan Penasehat Organisasi)
Bertugas memberikan nasehat kepada pengurus NU sesuai tingkatannya dalam rangka menjaga kemurnian Khithat NU dan Islahu Dzatil Bain (Abritase).
b.   Syuriah
Adalah pimpinan NU tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengawas dan penentu kebijakan NU.
c.    Tanfidziah
Adalah pelaksana kerja program-program NU.


IPNU-IPPNU
A.   Sejarah Berdirinya IPNU dan IPPNU
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah organisasi kepemudaan yang beranggotakan pelajar, santri dan remaja yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama.
IPNU berdiri pada tanggal 24 Februari 1954 M (20 Jumadil Akhir 1373 H) dalam penyelenggaraan Konferensi Besar Ma’arif seluruh Indonesia di Semarang. Pendirinya adalah para pelajaran dari Yogyakarta, Semarang dan Suurakarta yang dipelopori oleh Tholhah Mansur, M. Sofyan Cholil, Mustahal Achmad Mashud dan A. Ghoni Farida.
Sedangkan IPPNU berdiri pada tanggal 2 Maret 1955 M (8 Rajab 1374 H) dalam Konggres 1 IPNU di Malang. Sebagai ketua umum pertama pada waktu itu adalah Umroh Mahfudzoh.
B.   Fungsi Organisasi IPNU dan IPPNU
Fungsi organisasi IPNU dan IPPNU sebagai badan Otonom NU adalah sebagai wadah untuk menghimpun para pelajar NU untuk melanjutkan semangat NU, menjalin hubungan dan menggalang ukhuwah islamiyah dalam mengembangkan syari’at islam serta menjadi tempat kaderisasi pelajar NU sebagai kader-kader bangsa di masa yang akan datang.
Karena peran dan fungsinya sangat strategis, maka dalam pembinaannya perlu mempunyai tujuan dan wawasan perjuangan yang jelas. Beberapa arah dan perjuangan dan wawasan IPNU dan IPPNU antara lain :
1.    Wawasan Kebangsaan
2.    Wawasan Keislaman
3.    Wawasan Keilmuan
4.    Wawasan Kekaderan, dan
5.    Wawasan Keterpelajaran
 Selain itu anggota IPNU dan IPPNU juga harus memiliki Tatanan Nilai Keagamaan dan Sikap Dasar seperti  berikut :
1.    Menjunjung tinggi nilai dan norma ajaran islam
2.    Mendahulukan kepentingan bersama dari pada pribadi
3.    Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dalam berjuang
4.    Menjunjung tinggi persaudaraan, persatua serta kasih sayang
5.    Meluhurkan akhlaqul karimah dan menjunjung tinggi kejujuran dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku
6.    Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai ibadah kepada Allah SWT.
7.    Selalu siap menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi seluruh kehidupan, dan
8.    Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakat yang lebih baik.
C.   Struktur Organisasi IPNU dan IPPNU
1.    Pimpinan Pusat (PP IPNU / PP IPPNU) adalah tingkat nasional di Ibu Kota Negara (Jakarta) dengan masa khidmat (bakti) selama 3 tahun. Dalam struktur Organisasinya dipimpin oleh Ketua Umum (jabatan tertinggi)  dibantu beberapa ketua, kemudian skretaris Jendral (Sek-Jend), bendahara, dan beberapa bidang.
2.    Pimpinan Wilayah (PW IPNU / PW IPPNU) adalah tingkat propinsi di Ibu Kota Propinsi dengan masa khidmat selama 2 tahun.
3.    Pimpinan Cabang (PC IPNU / PC IPPNU) adalah tingkat kabupaten dengan masa khidmat selama 2 tahun.
4.    Pimpinan Anak Cabang (PAC IPNU / IPPNU) adalah tingkat kecamatan dengan masa khidmat selama 2 tahun.
5.    Pimpinan Ranting (PR IPNU / PR IPPNU) adalah tingkat Desa / Kelurahan dengan masa khidmat selama 1 tahun.
6.    Pimpinan Komisariat (PK IPNU / IPPNU) adalah tingkat Madrasah / Sekolah NU dan Pondok Pesantren NU di bawah naungan LP Ma’arif NU. Komisariat juga dapat didirikan di Perguruan Tinggi.
 Untuk menetapkan jabatan serta mengevaluasi dan merumuskan program kerja pada setiap tingkat kepemimpinan dilakukan melalui musyawarah sesuai dengan tingkatannya, yaitu :
1.    Konggres adalah permusyawaratan tertinggi di tingkat pusat.
2.    Konfrensi wilayah di tingkat propinsi
3.    Konfrensi Cabang di tingkat Kabupaten
4.    Konfrensi Anak Cabang di tingkat kecamatan, dan
5.    Rapat Anggota di tingkat Ranting (Desa) dan tingkat Komisariat (Untuk lembaga Pendidikan dan Pon Pes).
D.   Sistem Pengkaderan Dalam IPNU dan IPPNU
Dalam pengkaderan anggota  IPNU dan IPPNU memiliki jenjang pengkaderan sesuai dengan tingkat pengkaderannya,  yaitu sebagai berikut :
a.    Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Untuk menjadi anggota IPNU dan IPPNU harus mengikuti MAKESTA. MAKESTA yaitu jenjang pengkaderan sebagai wahana untuk mengantar calon anggota IPNU-IPPNU untuk belajar dari hidup individu menuju kehidupan sosial.
b.   Latihan kader Muda (LAKMUD)
Adalah latihan kader tingkat pertama yang ditekankan pada pembentukan watak, dorongan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan rasa memiliki organisasi.
c.    Latihan Kader Madya (LAKMAD)
Adalah latihan kader tingkat kedua yang mengolah idealisme kader dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan mengelola kegiatan-kegiatan organisasi.
d.   Latihan Kader Utama (LAKUT)
Adalah latihan kader tingkat ketiga yang mengolah idealisme kader-kader utama dalam merancang dan mengembangkan sistem pelatihan IPNU-IPPNU.
e.   Latihan Pelatih
Merupakan Latihan kader tingkat kedua dan latihan pelatih tingkat dasar bagi kader muda (setelah ikut LAKMUD) yang memiliki kecenderungan menjadi pelatih di MAKESTA dan LAKMUD.
f.     Latihan Pengembangan Minat dan Bakat
Merupakan latihan kader tingkat kedua yang bersifat khusus untuk mengembangkan bakat dan minat kader IPNU dan IPPNU dalam bidang tertentu.