SEJARAH BERDIRINYA NU
NU adalah Jamiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M di Kertopaten Kota Surabaya. Pada waktu itu ada peristiwa
sejarah berkumpulnya para ulama terkemuka di Kertopaten Surabaya, di
kediaman KH. Abdul Wahab Chasbullah pada 31 Januari 1926. Pertemuan ini
pada awalnya bertujuan membahas dan menunjuk apa yang selanjutnya
dinamakan Komite Hijaz. Komite yang diutus untuk menyampaikan pesan
kepada Raja Abdul Azis Ibnu Sa’ud, penguasa baru Arab yang berpaham
wahabi. Tentang Komite Hijaz akan dibahas selanjutnya. Karena belum
memiliki organisasi yang bertindak sebagai pengirim delegasi maka secara
spontan dibentuklah organisasi yang kemudian diberi nama Nahdlatul
Ulama (setelah sebelumnya terjadi perdebatan tentang nama organisasi
ini). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan NU merupakan
pengorganisasian potensi dan peran Ulama dan Kyai pesantren agar wilayah
kerja keulamaannya meluas, tidak melulu terbatas pada persoalan
kepesantrenan atau kegiatan ritual keagamaan, tetapi juga untuk lebih
peka terhadap masalah sosial, ekonomi, politik dan urusan kemasyarakatan
pada umumnya.
Berkaca
terhadap apa yang terjadi pada masa itu, para pengamat berbeda pendapat
mengenai latar alasan pasti dibentuknya NU. Tapi setidaknya ada 3
faktor pendorong pembentukan NU. Pertama adalah motivasi untuk
mempertahankan agama Islam dari serbuan kristenisasi yang dibawa
penjajah saat itu. Hal ini dikira perlu dikarenakan pemerintah Belanda
memberikan bantuan secara besar-besaran untuk Misi Katholik dan Zending
Protestan (akar penjajahan tidak bisa dilepaskan dari sejarah perang
salib dan misi penyebaran agama Kristen, slogan: gold-gospel-glory).
Sejarah mencatat bahwa perlawanan secara fisik dan sporadis tidak
banyak berhasil sehingga diperlukan langkah lain dalam melawan penjajah.
Pembentukan organisasi dirasa perlu sebagai alat komunikasi ummat
sekaligus alat penyiaran dan pertahanan akidah yang merupakan
konsekuensi dan tanggung jawab keagamaan yang diamanatkan oleh Nabi
Muhammad SAW.
Kedua
adalah semangat nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan. Hal ini
terungkap dari diskusi KH. Wahab Chasbullah dan Kiai Abdul Halim
(Cirebon) sehari sebelum berdirinya NU. Kiai Abdul Halim menanyakan
kepada KH. Wahab Chasbullah mengenai pembentukan organisasi ini, “Apakah mengandung tujuan untuk menuntut kemerdekaan?”. Jawab KH. Wahab, “tentu,
itu syarat nomor satu. Ummat Islam menuju ke jalan itu (kemerdekaan).
Ummat Islam tidak akan leluasa, sebelum Negara kita merdeka”. Dialog tersebut menunjukkan bahwa pendirian NU juga karena ada dorongan kuat untuk mencapai kemerdekaan.
Ketiga
adalah untuk mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Seperti kita
ketahui, pada 1920-an Arab sukses dikuasai oleh rezim Sa’ud yang
berpaham wahabi. Kemenangan rezim Sa’ud di Arab ini dipandang
membahayakan eksistensi faham ahlussunnah yang pro tradisi dan telah
berlangsung lama di Timur Tengah. Sedangkan kita tahu bahwa gerakan
wahabi memiliki jargon untuk purifikasi (pemurnian) ajaran Islam dan
anti-tradisi. Wahabi merupakan aliran keagamaan yang menentang banyak
hal dan ikhwal praktik keagamaan yang dianggap penuh bid’ah, takhayul,
khurafat dan syirik, termasuk penggunaan madzhab yang tidak ada dalam Al
Qur’an dan Hadits. Pada saat itu, kerajaan Saudi mengundang perwakilan
ummat Islam di dunia untuk hadir dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres
Islam Internasional) dimana kongres tersebut bertujuan untuk mensepakati
penggunaan paham wahabi yang puritan dan anti tradisi tersebut.
Perwakilan dari Indonesia sendiri diputuskan melalui Kongres Al Islam
yang digelar di Yogyakarta tahun 1925 dimana perwakilan berbagai ormas
dan tokoh agama Islam hadir. Saat itu KH. Wahab Chasbulloh berbeda
pandangan dengan perwakilan yang lain sehingga Beliau dikeluarkan dari
anggota. Agar terus bisa memperjuangkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah
maka dibentuklah Komite Hijaz (yang telah disinggung sebelumnya) untuk
menyampaikan aspirasi dengan menghadap Raja Saudi. Intinya adalah agar
kerajaan Saudi tetap menghormati kebebasan bermadzhab, praktik-praktik
keagamaan serta memelihara dan meramaikan tempat-tempat bersejarah ummat
Islam. Komite Hijaz yang akhirnya diutus menghadap raja Saudi adalah
KH. Wahab Chasbullah sendiri dan Syaikh Ahmad Ghana’im (asal Mesir), dua
tahun setelah NU berdiri. Adapun tokoh-tokoh yang hadir dalam
pembentukan Komite Hijaz (tempat dan waktu pembentukan telah disebut
sebelumnya) adalah KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng-Jombang), KH. Bisri
Syansuri (Denanyar, Jombang), KH. Asnawi (Kudus), KH. Nawawi
(Pasuruhan), KH. Ridwan (Semarang), KH. Ma’sum (Lasem-Rembang), KH.
Nahrawi (Malang), H. Ndoro Muntaha (Menantu KH. Kholil
Bangkalan-Madura), KH. Abdul Hamid (Sedayu-Gresik), KH. Abdul Halim
(Cirebon), KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi, KH. Abdullah Ubaid
(Surabaya), Syaikh Ahmad Ghana’im (Mesir) dan KH. Wahab Chasbullah
sendiri sebagai tuan rumah.
Dari
uraian di atas sebenarnya terlihat jelas bahwa dibentuknya NU utamanya
lebih merupakan reaksi atas wahabisme di Timur Tengah, bukan reaksi atas
ormas-ormas yang sebelumnya telah ada terlebih dahulu (Muhammadiyah,
Persis, dll) walaupun diakui atau tidak pada beberapa (banyak) aspek ada
kesamaan faham antara wahabi dan ormas-ormas tersebut. Tetapi bukan
berarti ormas-ormas seperti Muhammadiyah dan Persis sama sekali tidak
memiliki pengaruh atas lahirnya NU. Sejarah mencatat sering kali terjadi
debat terbuka yang sengit dan penuh fanatisme antara KH. Ahmad Dahlan,
KH. Mas Mansur (dari Muhammadiyah), Syaikh Ahmad Surkati (dari Al
Irsyad), Ahmad Hasan (dari Persis) yang mewakili kubu pembaharu,
puritan, anti-tradisi melawan KH. Wahab Khasbullah, KH. R. Asnawi, KH. M
Dahlan Kertosono yang mewakili kaum tradisionalis dan pro-tradisi.
Perdebatan berlangsung lama dan melelahkan walaupun hanya dalam taraf
fiqh furu’ (cabang) seperti tahlil, talqin mayit, bacaan ushalli, doa
qunut dan persoalan “remeh” lainnya. Akan tetapi hingga saat ini pun
masih bisa kita rasakan bekas-bekas perdebatan tersebut. Sekarang
menjadi jelas bahwa walaupun pembentukan NU bukan atas reaksi utama
terhadap eksistensi ormas pembaharu Islam di tanah air tetapi keberadaan
ormas-ormas tersebut tetap memberi andil atas terbentuknya NU, bahkan
terhadap perjalanan NU sekarang.
Harus
diketahui pula, jauh sebelum NU berdiri sudah terjalin komunikasi yang
intens antara para Kiai pesantren. Hal ini dapat dipahami karena
kebanyakan Kiai pesantren memiliki poros/ kiblat keilmuan yang sama
yaitu poros Bangkalan (KH. Kholil), poros Tebuireng (KH. Hasyim Asy’ari)
dan poros Mekkah (Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Mahfudh al Tarmasi
dan lain sebagainya). Tradisi silaturahmi para Kiai ini membentuk
semacam jaringan yang memudahkan setiap agenda pertemuan, termasuk
terbentuknya NU. Selain itu pembentukan NU juga merupakan akumulasi
persoalan yang telah mengendap sekian lama baik dalam ranah KeIslaman
atau KeIndonesiaan.
Tanpa
mengecilkan peran Kiai lain, harus diakui tokoh yang bisa dikatakan
paling banyak berkeringat dalam pendirian NU adalah KH. Wahab
Chasbullah. Dengan dukungan penuh dari saudara sepupu sekaligus gurunya
KH. Hasyim Asy’ari, Beliau merintis beberapa lembaga/ organisasi/ forum
intelektual untuk meningkatkan kepekaan sosial dan kecerdasan para Kiai
dan Santri. Beliau pernah masuk Sarikat Islam (SI) tetapi akhirnya
keluar karena SI dianggap terlalu politis. Selanjutnya beliau membuat
lembaga yang konsen pada masalah pendidikan yaitu Nahdlatul Wathan dan
membuat kelompok diskusi keagamaan dan sosial masyarakat yang diberi
nama Tashwirul Afkar. Sebenarnya kesemuanya itu ada sebelum NU berdiri.
Sebelumnya KH. Wahab Chasbullah juga pernah mengusulkan agar dibentuk
sejenis “organisasi perkumpulan para ulama” tetapi usulan tersebut
ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari karena dirasa belum cukup alasan
pembentukannya. Baru pada 31 Januari 1926 itulah KH. Hasyim Asy’ari
merestui berdirinya NU karena dipandahng telah cukup alasan, bahkan
beliau sendiri yang menjadi Rais Akbar-nya setelah Beliau pun mendapat
petunjuk melalui gurunya KH. Khalil (Bangkalan-Madura).
Dalam pidato pembentukan NU, yang kemudian menjadi “Muqaddimah Qanun Asasi NU”, KH. Hasyim Asy’ari secara tegas mengatakan bahwa “…Pendirian
jam’iyyah Nahdlatul Ulama atau NU adalah mutlak diperlukan untuk
memperkuat basis solidaritas sesama ummat Islam guna memerangi
keangkaramurkaan”. Sebuah syair pun dikutip Hadratus Syaikh (sebutan
untuk KH Hasyim Asy’ari) yang menunjukkan signifikansi sebuah
Jam’iyyah, yaitu:
“… Berhimpunlah anak-anakku bila genting datang melanda
Jangan bercerai berai, sendiri-sendiri
Cawan-cawan enggan pecah bila bersama
Bila bercerai, satu-satu pecah berderai…”
Pada
tanggal 5 September 1929, para fungsionaris NU mengajukan surat
permohonan legalisasi organisasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda
di Batavia. Lima bulan kemudian, tepatnya 6 Februari 1930 permohonan
tersebut dikabulkan dan NU resmi berbadan hukum. Sejak saat itu
organisasi itu terus berkembang dan menjadi ormas terbesar di negeri
ini.
ARTI DAN MAKNA LAMBANG NU
Lambang NU diciptakan oleh K.H RIDWAN ABDULLAH salah seorang a'wan syuriah PBNU periode pertama pada tahun 1926,lambang itu dihasilkan dari sebuah mimpi setelah melakukan sholat istikhoroh,shga diyakini bukan lambang sembarangan tp memiliki makna yg sangat dalam.
1.BOLA DUNIA bumi adalah tempat manusia berasal,menjalani hidup dan kembali sesuai dgn surat thaha ayat 55 yg berbunyi:"dari bumi (tanah) itulah KAMI menjadikan kamu dan kepadanya KAMI akan mengembalikan kamu dan dari padanya KAMI akan mengeluarkan kamu pada kali yg lain"
2.TAMPAR YG MELINGKAR DGN UNTAIAN BERJUMLAH 99 99 melambangkan nama-nama bagi ALLAH (asma'ul husna) tali melambangkan ukhuwah yg kokoh berdasarkan ayat 103 surat ali imron "dan berpeganglah kalian dgn tali (agama) ALLAH,dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat ALLAH kpdamu ktka kamu dahulu(masa jahiliyah)bermusuh musuhan,maka ALLAH melunakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat ALLAH orang orang yg bersaudara"
3.PETA INDONESIA melambangkan bahwa nahdhotul ulama didirikan di indonesia dan berjuang untuk kejayaan negara kesatuan republik indonesia
4.DUA SIMPUL IKATAN DIBAGIAN BAWAH melambangkan hub vertikal kpd ALLAH (hablun minallah) dan hubungan horizontal dgn sesama manusia (hablun minannas).
5.EMPAT BINTANG MELINTAS DI ATAS BUMI melambangkan KHULAFA'UR RASYIDIN
6.SATU BINTANG BESAR DITENGAH melambangkan RASULULLOH SAW
7.EMPAT BINTANG DIBAWAH BUMI melambangkan EMPAT IMAM MADHAB (imam syafii,imam hanafi,imam maliki,imam hambali)
8.JUMLAH BINTANG SELURUHNYA 9 melambangkan WALI SONGO yg menyebarkan agama islam di belahan nusantara
9.TULISAN ARAB NAHDHOTUL ULAMA MELINTANG DI TENGAH BUMI berarati nama organisasi yg dimotori oleh para ulama yg artinya "kebangkitan para ulama"
10.WARNA HIJAU melambangkan kesuburan
11.WARNA PUTIH melambangkan kesucian
1.BOLA DUNIA bumi adalah tempat manusia berasal,menjalani hidup dan kembali sesuai dgn surat thaha ayat 55 yg berbunyi:"dari bumi (tanah) itulah KAMI menjadikan kamu dan kepadanya KAMI akan mengembalikan kamu dan dari padanya KAMI akan mengeluarkan kamu pada kali yg lain"
2.TAMPAR YG MELINGKAR DGN UNTAIAN BERJUMLAH 99 99 melambangkan nama-nama bagi ALLAH (asma'ul husna) tali melambangkan ukhuwah yg kokoh berdasarkan ayat 103 surat ali imron "dan berpeganglah kalian dgn tali (agama) ALLAH,dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat ALLAH kpdamu ktka kamu dahulu(masa jahiliyah)bermusuh musuhan,maka ALLAH melunakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat ALLAH orang orang yg bersaudara"
3.PETA INDONESIA melambangkan bahwa nahdhotul ulama didirikan di indonesia dan berjuang untuk kejayaan negara kesatuan republik indonesia
4.DUA SIMPUL IKATAN DIBAGIAN BAWAH melambangkan hub vertikal kpd ALLAH (hablun minallah) dan hubungan horizontal dgn sesama manusia (hablun minannas).
5.EMPAT BINTANG MELINTAS DI ATAS BUMI melambangkan KHULAFA'UR RASYIDIN
6.SATU BINTANG BESAR DITENGAH melambangkan RASULULLOH SAW
7.EMPAT BINTANG DIBAWAH BUMI melambangkan EMPAT IMAM MADHAB (imam syafii,imam hanafi,imam maliki,imam hambali)
8.JUMLAH BINTANG SELURUHNYA 9 melambangkan WALI SONGO yg menyebarkan agama islam di belahan nusantara
9.TULISAN ARAB NAHDHOTUL ULAMA MELINTANG DI TENGAH BUMI berarati nama organisasi yg dimotori oleh para ulama yg artinya "kebangkitan para ulama"
10.WARNA HIJAU melambangkan kesuburan
11.WARNA PUTIH melambangkan kesucian
STRUKTUR
ORGANISASI NU, LEMBAGA, LAJNAH, DAN BADAN OTONOM
1. Struktur Organisasi NU tingkat kepengurusan
a.
PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) untuk
tingkat pusat.
b.
PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) untuk
tingkat propinsi.
c.
PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) untuk
tingkat kabupaten.
d.
MWCNU (Pengurus Wakil Cabang Nahdlatul Ulama)
untuk tingkat kecamatan.
e.
PRNU (Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama) untuk
tingkat Kelurahan.
2. Lembaga
Lembaga
adalah perangkat oraganisasi NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU
yang berkaitan dengan bidang tertentu. Lembaga-lembaga tsb adalah :
a.
LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama) bertugas
dibidang dakwah islam ASWAJA.
b.
LP Ma’arif NU bertugas dibidang pendidikan
formal/non formal selain pon. Pes.
c.
LSM-NU (Lembaga Sosial Mabarot Nahdlatul Ulama)
bertugas di bidang social dan kesehatan
d.
LENU (Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama)
bertugas dibidang ekonomi warga NU.
e.
LP3NU (LembagaPembangunan dan Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama)
bertugas dibidang pengembangan pertanian, perternakan, dan perikanan.
f.
RMI (Rabithah Ma’ahidil Islamiyah) bertugas di
bidang pengembangan Pondok esantren (Pon. Pes)
g.
LKNU (Lembaga Kemaslahatan dan Keuarga Nahdlatul
Ulama) bertugas dibidang kemaslahatan keluarga, kependudukan dan lingkungan hidup.
h.
Haiah Ta’mir Masjid bertugas melaksanakan
kebijakan NU di bidang pengembangan dan kemakmuran masjid.
i.
Lembaga misi islam bertugas dibidang
pengembangan dan penyiaran islam ASWAJA di daerah yang bersifat khusus.
j.
ISHI (Ikatan Seni Hadrah Indonesia) bertugas
dibidang pengembangan seni hadroh (terbangan).
k.
Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia)
bertugas dibidang seni dan budaya.
l.
IPSNU Pagar Nusa (Ikatan Pencak Silat Nahdlatul
Ulama) bertugas dibidang pengembangan olah raga bela diri pencak silat.
3. Lajnah
Lajnah adalah perangkat organisasi NU
yang berfungsi untuk melaksanakan program NU yang memerlukan penanganan khusus.
Lajnah tersebut yaitu :
a.
Lajnah falakiyah bertugas menentukan penanggalan
th hijriyah, awal dan akhir bln ramadhan
b.
Lajnah Taklif wannasyr bertugas penulisan
karangan, penerjemahan, penerbitan buku, kitab, dll.
c.
Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (Lakpesdam-NU) bertugas melakukan kajian, penelitian, dan elatihan
dalam rangka meningkatkan SDM-NU.
d.
Lajnah Penyuluhan dan bantuan Hukum
e.
Lanjnah Zakat, Infaq dan Shadaqah
f.
Lajnah Bahsul Masail Diniyah bertugas
menghimpun, membahas dan memecahkan masalah yang mauquf dan waqiah yang harus
segera mendapatkan kepastian hukum.
4. Badan Otonom
Badan Otonom adalah Perangkat
Organisasi NU yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU khususnya yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat tertuntu. Yaitu : Muslimat NU, Fatayat NU,
GP Ansor, IPNU, IPPNU, Jam’iyan Ahli Thariqah al Mu’tabaroh an Nahdliyah, JQH
(Jamiyatul Quro’ wal hufadz), Pergunu (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama), dan
ISNU (Ikatan Sarjana nahdlatul Ulama).
5. Struktur Kepengurusan NU
a.
Mustasyar (Dewan Penasehat Organisasi)
Bertugas memberikan
nasehat kepada pengurus NU sesuai tingkatannya dalam rangka menjaga kemurnian
Khithat NU dan Islahu Dzatil Bain (Abritase).
b.
Syuriah
Adalah pimpinan NU
tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengawas dan penentu kebijakan NU.
c.
Tanfidziah
Adalah pelaksana
kerja program-program NU.
IPNU-IPPNU
A. Sejarah Berdirinya IPNU dan IPPNU
Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah
organisasi kepemudaan yang beranggotakan pelajar, santri dan remaja yang berada
di bawah naungan Nahdlatul Ulama.
IPNU berdiri pada
tanggal 24 Februari 1954 M (20 Jumadil Akhir 1373 H) dalam penyelenggaraan
Konferensi Besar Ma’arif seluruh Indonesia di Semarang. Pendirinya adalah para
pelajaran dari Yogyakarta, Semarang dan Suurakarta yang dipelopori oleh Tholhah
Mansur, M. Sofyan Cholil, Mustahal Achmad Mashud dan A. Ghoni Farida.
Sedangkan IPPNU berdiri
pada tanggal 2 Maret 1955 M (8 Rajab 1374 H) dalam Konggres 1 IPNU di Malang.
Sebagai ketua umum pertama pada waktu itu adalah Umroh Mahfudzoh.
B. Fungsi Organisasi IPNU dan IPPNU
Fungsi organisasi IPNU dan IPPNU sebagai badan Otonom NU
adalah sebagai wadah untuk menghimpun para pelajar NU untuk melanjutkan semangat
NU, menjalin hubungan dan menggalang ukhuwah islamiyah dalam mengembangkan
syari’at islam serta menjadi tempat kaderisasi pelajar NU sebagai kader-kader
bangsa di masa yang akan datang.
Karena peran dan fungsinya sangat strategis, maka dalam
pembinaannya perlu mempunyai tujuan dan wawasan perjuangan yang jelas. Beberapa
arah dan perjuangan dan wawasan IPNU dan IPPNU antara lain :
1.
Wawasan Kebangsaan
2.
Wawasan Keislaman
3.
Wawasan Keilmuan
4.
Wawasan Kekaderan, dan
5.
Wawasan Keterpelajaran
Selain itu anggota
IPNU dan IPPNU juga harus memiliki Tatanan Nilai Keagamaan dan Sikap Dasar
seperti berikut :
1.
Menjunjung tinggi nilai dan norma ajaran islam
2.
Mendahulukan kepentingan bersama dari pada
pribadi
3.
Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dalam
berjuang
4.
Menjunjung tinggi persaudaraan, persatua serta
kasih sayang
5.
Meluhurkan akhlaqul karimah dan menjunjung
tinggi kejujuran dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku
6.
Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi
sebagai ibadah kepada Allah SWT.
7.
Selalu siap menyesuaikan diri dengan setiap
perubahan yang membawa manfaat bagi seluruh kehidupan, dan
8.
Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha
mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakat yang lebih baik.
C. Struktur Organisasi IPNU dan IPPNU
1.
Pimpinan Pusat (PP IPNU / PP IPPNU) adalah
tingkat nasional di Ibu Kota Negara (Jakarta) dengan masa khidmat (bakti)
selama 3 tahun. Dalam struktur Organisasinya dipimpin oleh Ketua Umum (jabatan
tertinggi) dibantu beberapa ketua,
kemudian skretaris Jendral (Sek-Jend), bendahara, dan beberapa bidang.
2.
Pimpinan Wilayah (PW IPNU / PW IPPNU) adalah
tingkat propinsi di Ibu Kota Propinsi dengan masa khidmat selama 2 tahun.
3.
Pimpinan Cabang (PC IPNU / PC IPPNU) adalah
tingkat kabupaten dengan masa khidmat selama 2 tahun.
4.
Pimpinan Anak Cabang (PAC IPNU / IPPNU) adalah
tingkat kecamatan dengan masa khidmat selama 2 tahun.
5.
Pimpinan Ranting (PR IPNU / PR IPPNU) adalah
tingkat Desa / Kelurahan dengan masa khidmat selama 1 tahun.
6.
Pimpinan Komisariat (PK IPNU / IPPNU) adalah
tingkat Madrasah / Sekolah NU dan Pondok Pesantren NU di bawah naungan LP
Ma’arif NU. Komisariat juga dapat didirikan di Perguruan Tinggi.
Untuk menetapkan jabatan serta mengevaluasi
dan merumuskan program kerja pada setiap tingkat kepemimpinan dilakukan melalui
musyawarah sesuai dengan tingkatannya, yaitu :
1.
Konggres adalah permusyawaratan tertinggi di
tingkat pusat.
2.
Konfrensi wilayah di tingkat propinsi
3.
Konfrensi Cabang di tingkat Kabupaten
4.
Konfrensi Anak Cabang di tingkat kecamatan, dan
5.
Rapat Anggota di tingkat Ranting (Desa) dan
tingkat Komisariat (Untuk lembaga Pendidikan dan Pon Pes).
D. Sistem Pengkaderan Dalam IPNU dan IPPNU
Dalam
pengkaderan anggota IPNU dan IPPNU
memiliki jenjang pengkaderan sesuai dengan tingkat pengkaderannya, yaitu sebagai berikut :
a.
Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Untuk menjadi anggota IPNU dan IPPNU harus
mengikuti MAKESTA. MAKESTA yaitu jenjang pengkaderan sebagai wahana untuk
mengantar calon anggota IPNU-IPPNU untuk belajar dari hidup individu menuju
kehidupan sosial.
b.
Latihan kader Muda (LAKMUD)
Adalah
latihan kader tingkat pertama yang ditekankan pada pembentukan watak, dorongan untuk
mengembangkan diri dan meningkatkan rasa memiliki organisasi.
c.
Latihan Kader Madya (LAKMAD)
Adalah
latihan kader tingkat kedua yang mengolah idealisme kader dalam mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan mengelola kegiatan-kegiatan organisasi.
d.
Latihan Kader Utama (LAKUT)
Adalah latihan kader tingkat ketiga yang
mengolah idealisme kader-kader utama dalam merancang dan mengembangkan sistem
pelatihan IPNU-IPPNU.
e.
Latihan Pelatih
Merupakan Latihan kader tingkat kedua dan
latihan pelatih tingkat dasar bagi kader muda (setelah ikut LAKMUD) yang
memiliki kecenderungan menjadi pelatih di MAKESTA dan LAKMUD.
f.
Latihan Pengembangan Minat dan Bakat
Merupakan latihan kader tingkat kedua yang
bersifat khusus untuk mengembangkan bakat dan minat kader IPNU dan IPPNU dalam
bidang tertentu.