MADRASAH RINTISAN UNGGULAN NU KABUPATEN SEMARANG

Ke-NU-an

Membimbing Siswa Dengan Ajaran Islam (Ahlussunnah wal Jama'ah)

Wednesday, June 25, 2014

Peringati 10 Muharam, MTs NU Ungaran Gelar Pawai Ta'aruf

14 Nopember 2013 | 16:33 wib | Semarang

Share :Facebook Twitter Email

image

UNGARAN, suaramerdeka.com - Sekitar 600 peserta yang notabene murid MTs NU Ungaran, Kamis (14/11) pagi melakukan pawai ta'aruf keliling lingkungan sekolah. Pawai tersebut dilakukan untuk memperingati 10 Muharam 1435 H.
Dijelaskan ketua panitia kegiatan, Maskhuri, melalui acara yang berlangsung sehari ini diharapkan akan semakin mematik semangat solidaritas antar sesama. "Selama perjalanan, peserta pawai beradu yel-yel dan bershalawat. Semoga tahun depan bisa lebih meriah lagi," jelasnya.
Kiai Muhdi Taufiq selaku pemberi tausiyah pada kegiatan kemarin mengatakan, pihaknya tidak henti-hentinya akan mengajak keluarga besar MTs NU Ungaran untuk menjaga semangat Islam serta menegakkan panji-panji ahlussunnah wal jama'ah.
"Kegiatan ini mengusung tema 'Semangat Tahun Baru Islam, Menjadi Awal Perubahan', artinya siswa serta guru dan karyawan di lingkungan sekolah hendaknya tetap semangat dalam mengarungi kehidupan," katanya.
Rangkaian kegiatan kemudian ditutup dengan pemberian santunan kepada yatim piatu dari Panti Asuhan Darul Hadlonah dan Panti Asuhan Sahal Suhail Ungaran oleh Wakil Bupati Semarang, Warnadi.
( Ranin Agung / CN31 / SMNetwork )

Wednesday, April 16, 2014

PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA DI MTs. NU UNGARAN


OLEH : MOHAMMAD ARIFUDDIN
A.      PENDAHULUAN
Globalisasi yang sekarang terjadi di Indonesia tidak hanya mendatangkan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Kompetensi, integrasi, dan kerja sama adalah dampak positif globalisasi. Lahirnya generasi instan (generasi now, sekarang, langsung bisa menikmati keinginan tanpa proses perjuangan dan kerja keras), dekadensi moral, dan konsumerisme, bahkan permisifisme adalah sebagian dari dampak negatif dari globalisasi.
Globalisasi sudah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah terpencil sekalipun, masuk ke rumah-rumah, membombardir pertahan moral dan agama, sekuat apapun dipertahankan. Televisi, internet, koran, handphone, dan lain-lain adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat, menggulung sekat-sekat tradisional yang selama ini dipegang kuat-kuat.
Moralitas menjadi longgar. Sesuatu yang dahulu dianggap tabu, sekarang menjadi biasa-biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan menikmati narkoba menjadi tren dunia modern yang sulit ditanggulangi. Globalisai menyediakan seluruh fasilitas yang dibutuhkan manusia, negatif maupun positif. Banyak manusia terlena dengan menuruti seluruh keinginannya, apalagi memiliki rezeki melimpah dan lingkungan kondusif.
Akhirnya, karakter anak bangsa berubah menjadi rapuh, mudah diterjang ombak, terjerumus dalam tren budaya yang melenakan, dan tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan. Prinsip-prinsip moral, budaya bangsa, dan perjuangan hilang dari karakteristik mereka. Inilah menyebabkan dekadensi moral serta hilangnya kreativitas dan produktivitas bangsa. Sebab, ketika karakter suatu bangsa rapuh maka semangat konsumerisme, hedonisme, dan permisifisme yang instan dan menenggelamkan.[1]
Disinilah pentingnya internalisasi pendidikan karakter di sekolah secara intensif dengan keteladanan dalam program sekolah, baik di kelas, sekolah, maupun sosial kebangsaan terutama dalam NU yaitu pendidikan karakter berprespektif Ahlussunnah wal jama’ah (aswaja). Maka dari itu, dalam makalah ini penulis membahas tentang pendidikan karakter aswaja di MTs. NU Ungaran.

B.       RUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan yang penulis susun dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apa Pendidikan Karakter ?
2.    Apa itu Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) ?
3.    Bagaimana Pendidikan karakter Aswaja di MTs. NU Ungaran ? 
C.      PEMBAHSAN
1.    Pendidikan Karakter
a. Pengertian pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik, mencakup keteladanan perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, dan cara guru bertoleransi. Guru di sini membantu membentuk watak dan sikap serta perilaku peserta didik.[2]
b. Tujuan pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan akhlak yang menyentuh ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan karakter menjamah unsur mendalam dari pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter menyatukan tiga unsur tersebut. Dalam islam ketiga unsur tersebut adalah akidah, ibadah, dan muamalah (hablum minan nas wa hablum minallah). Dalam bahasa tauhid sering disebut dengan iman, islam, dan ihsan. Ketiga unsur itu harus menyatu dan terpadu dalam jiwa anak didik, sehingga akhlak yang tergabung berlandaskan keimanan, keislaman, dan keikhlasan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Pasal 1 Undang-Undang Sikdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.
Dengan uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter bertujuan :
1)   Membentuk siswa berpikir rasional, dewasa, dan bertanggung jawab;
2)   Mengembangkan sikap mental yang terpuji;
3)   Membina kepekaan sosial anak didik;
4)   Membangun mental optimis dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan;
5)   Membentuk kecerdasan emosional;
6)   Membentuk anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri.[3]
2.    Ahlussunnah Wal Jama’ah
a.    Pengertian Aswaja secara Bahasa
Ada tiga kata yang membentuk kata tersebut, yaitu :
Ahlun : keluarga, golongan atau pengikut. Ahlussunnah : orang – orang yang mengikuti
Sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.)
Wal Jama’ah : Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam pengikut sunnah Rasul.
Dengan demikian secara bahasa aswaja berarti orang–orang atau mayoritas para ‘Ulama atau umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para ‘Ulama. Al-Jama’ah ini diadopsi dari hadist Nabi saw :
مَنْ اَرَادَ بِجُبُوحَةَ اْلجَنَّةَ فَلْيَلْزَمْ اْلجَمَاعَةَ (رواه الترمذى و الحاكم)
“Barang siapa yang ingin hidup kehidupan damai di surga, hendaklah ia mengikuti al-Jama’ah.” (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim).[4]
b.    Secara Istilah
Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi,sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam AlGhazali dan Imam Junaid al Baghdadi.[5]
Lebih jelas lagi K.H. Hasyim asy’ari menjelaskan, Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) adalah sekelompok ahli tafsir, hadist, dan fiqh/ merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh pada sunnah Nabi saw dan sunnah al-Khulafa’ ar-Rahidin sesudahnya. Mereka ialah kelompok yang selamat. Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab empat, yaitu : Hanafi, Syafi’i, maliki, dan Hanbali.[6]
Beliau juga menambahkan bahwa al-Jama’ah berarti menjaga kekompakan, kebersamaan, dan kolektivitas. Dikatakan al-Jama’ah karena golongan ini selalu menjaga kekompakan, kebersamaan, dan kolektifitas sesama. Meskipun terjadi perbedaan pandangan, perbedaan tersebut tidak berakibat pada sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan, dan memfasikkan.[7]
c.    Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dalam praktiknya, paham Ahlussunnah wal jama’ah sebagaimana digambarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari telah dipraktikkan secara konsisten oleh para ulama yang berada dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU) dan hampir sebagian besar ulama di berbagai penjuru dunia. Di dalam internal NU, paham Ahlussunnah wal jama’ah sebagaimana dirancang bangun Beliau merupakan sebuah acuan yang diterjemahkan dalam pendidikan keagamaan yang berkembang di pondok pesantren maupun madrasah diniyah formal atau non formal.[8]
Ajaran Ahlussunnahwaljama’ah yang sering diajarkan dalam Lembaga pendidikan  formal maupun non formal dalam wadah naungan LP Ma’arif NU adalah sebagai berikut :
Karakteristik Awaja versi NU
Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
at-Tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disariatkan dari firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)
1) Akidah.
a) Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b) Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c) Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi
    kafir.
2) Syari'ah
a)    Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b)   Akal baru dapat digunakan pada masalah yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c)    Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
3) Tashawwuf/ Akhlak
a)    Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b)   Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c)    Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4) Pergaulan antar golongan
a)    Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b)   Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c)    Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d)   Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5) Kehidupan bernegara
a)    NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b)   Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c)    Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d)   Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.
6) Kebudayaan
a)    Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b)   Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c)    Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al--muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
7) Dakwah
a)    Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b)   Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c)    Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.[9]
c. Tadisi Aswaja NU
Tradisi NU yang masih dilestarikan oleh masyarakat NU hingga saat ini, diantara : Tahlil, Ziarah Kubur, Istighosah, Tawassul, Bedhug, Tabarrukan, Bilal pada salat jum’at dan tarawih, membaca Maulid al-barjanji dan mawlid al-Diba’iy, Manaqib Karamah, Khawariq li al-Adah, Ru’yat al Hilal, Qunut, Tarawih dan Witir 23 rakaat, biji tasbih, dan sebagainya. Dari beberapa tradisi NU yang dipaparkan tersebut, tradisi NU yang diterangkan di sini hanya ada tiga saja, yaitu :
1)   Tahlil
Tahlil adalah serangkaian bacaan kalimat toyyibah secara sendiri maupun berjama’ah dalam rangka mendo’akan orang yang meninggal. Mereka berharap agar amalnya diterima oleh Allah swt dan diampuni dosanya. Tahlil ini dilakukan sejak malam pertama hingga tujuh harinya, kemudian dilanjutkan pada hari ke 40, 100, 1.000, serta setiap tahun (haul).
2)   Ziarah Kubur
Ziarah kubur ialah mendatangi makam keluarga, ulama’, dan wali untuk mendo’akan mereka. Biasanya dilakukan kamis sore atau jum’at pagi. Aktivitas yang dilakukan berupa bacaan tahlil dan surat al-Qur’an. Manfaat dari ziarah kubur ini ialah mengingatkan peziarah, bahwa semua manusia akan mengalami kematian.[10]
3)   Maulid Nabi saw
Maulid Nabi adalah hari saat Nabi Muhammad saw dilahirkan atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw dengan membaca barjanji. Maulid diperingati oleh warga NU setiap tanggal 12 Rabiul Awal yaitu pas hari lahirnya Rasulullah Muhammad saw dan diakhiri hingga hari hari bulan Rabi' Al-Tsani (Ba'da Mulud). Adapun isi dari peringatan maulid Nabi adalah sebagai berikut :
a)    Pembacaan shalawat untuk nabi Muhmmad saw beserta keluarganya
b)   Pembacaan biografi/perjalanan hidup nabi Muhammad saw
c)    Mengenang jasa-jasa dan perjuangan nabi Muhammad saw
d)   Menghayati kemuliaan nabi Muhammad saw sebagai suritauladan (uswatun hasanah)
e)    Peningkatan syiar islam
f)    Peningkatan kepedulian sosial melalui kegiatan bakti sosial.

3.    Pendidikan Karakter Aswaja di MTs. NU Ungaran
a.    Pendidikan Karakter Aswaja di Kelas (Class Learning)
Pendidikan aswaja di MTs. NU Ungaran masuk dalam standar isi yaitu komponen muatan lokal dalam pelajaran Ke-NU-an. Berdasarkan Surat Keputusan Madrasah NU Ungaran No. 004/MTs.NU/C.19/VII/2013 mulok yang dikembangkan di MTs. NU Ungaran salah satunya adalah mata pelajaran ke-NU-an.[11] Ke-NU-an di MTs. NU Ungaran merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan di MTs. NU Ungaran, mengingat selain madrasah ini menggunakan nama NU tetapi juga tercantum dalam salah satu misi MTs. NU Ungaran. Adapun VISI dan MISI MTs. NU Ungaran yaitu sebagai berikut :
VISI :
Taat pada ajaran agama, kompetitif dalam pengetahuan, dan santun dalam berakhlakul karimah.
MISI :
·      Membimbing siswa dengan ajaran Islam (Ahlussunnah wal jama’ah)
·      Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan ilmu umum dan agama
·      Membimbing siswa berakhlakul karimah berbasis salafiyah.[12]
Pelajaran Ke-NU-an merupakan pelajaran yang mengajarkan kepada siswa paham ahlussunnah wal jamah, baik dari karakteristik aswaja, sumber hukum aswaja, tradisi amaliah aswaja (tahlil, maulid Nabi saw, dll), mabadiu khaira ummah, dan lain-lain.
Dengan adanya mata pelajaran Ke-NU-an tersebut, siswa-siswi diharapkan memiliki karakter aswaja, yaitu seperti sikap tasamuh (toleransi), ta’awun (saling tolong menolong), tawazun (Seimbang), dan tawasuth (moderat). Selain itu, menambah pengetahuan siswa tentang aswaja dan juga organisasi NU. Juga menamkan isi kandungan prinsip-prinsip umat terbaik (mabadiu khaira ummah), seperti sikap jujur (as-shidqu), menepati janji (al-amanah wal wafa bil ahdi), bersikap adil (al-adalah),  sikap tolong-menolong (at-ta’awun), dan sikap konsisten (istiqomah).
Sikap-sikap tersebut diajarkan dan dicontohkan (suri tauladan) kepada para siswa. Sehingga dengan pengajaran dan contoh kepada para siswa bahwa warga NU memiliki karakteristik dan prinsip umat yang terbaik, maka sikap tersebut akan melekat pada diri para siswa sepanjang hayatnya. pendidikan sikap-sikap tersebut merupakan pendidikan karakter aswaja.  
b.    Pendidikan karakter Aswaja di Sekolahan (School Learning)
Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lingkungan MTs. NU Ungaran adalah dengan menumbuhkan rasa kebiasaan siswa-siswi untuk melaksanakan tradisi NU. Seperti halnya yang telah dibahas di atas seperti Tahlil, Ziarah Kubur, Istighosah, Tawassul, Bedhug, Tabarrukan, Bilal pada salat jum’at dan tarawih, membaca Maulid al-barjanji dan mawlid al-Diba’iy, Manaqib Karamah, Khawariq li al-Adah, Ru’yat al Hilal, Qunut, Tarawih dan Witir 23 rakaat, biji tasbih, dan sebagainya.
Setiap hari pada pagi hari siswa MTs. NU Ungaran dari kelas VII sampai dengan kelas IX membaca asmaul husna dan doa asmaul husna secara bersama-sama. Kemudian setiap hari sabtu pagi semua siswa bersama-sama istighosah dan tahlil di halaman MTs. NU Ungaran. Tradisi NU lain yang diajarkan adalah membaca maulid barjanji ketika bulan maulid di pagi hari menggantikan membaca asmaul husna hanya di bulan maulid. Dan memperingati Maulid Nabi Muhammad saw setiap tahun bersama orang tua siswa , guru dan karyawan serta pengurus dan komite. Tradisi NU tersebut dipraktekkan secara langsung dengan cara berjama’ah atau bersama-sama secara rutin dan terjadwal untuk membiasakan para siswa-siswi mengamalkan tradisi NU tersebut supaya ketika terjun di masyarakat nanti sudah terampil dan terbiasa mengamalkannya.

D.      KESIMPULAN
Dari makalah yang penulis susun, dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
1.    Pendidikan karakter aswaja di MTs. NU Ungaran di dalam kelas (class learning), yaitu mempelajari ke-NU-an sebagai mata pelajaran aswaja dalam komponen muatan lokal. Di dalam mata pelajaran tersebut siwa-siswi mempelajari aswaja dan organisasi NU. Yang di dalamnya juga diajari sikap sebagai warga NU yaitu karakteristik aswaja dan Mabadiu Khaira Ummah.
2.    Pendidikan Aswaja di MTs. NU Ungaran dalam lingkungan sekolah, yaitu membiasakan siswa untuk mengamalkan tradisi NU seperti tahlil, istighosah, melantunkan asma’ul husna dan do’anya, Maulud barzanji (asroqolan), dll. Supaya tradisi NU itu selalu lestari dari generasi ke generasi dan bisa bermanfaat ketika hidup di tengah-tengah masyarakat.

E.       PENUTUP
Demikianlah makalah yang penulis susun. Penulis sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi sempurnanya makalah ini.


 
DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Makmur, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta : Diva Press : 2011)
Hamid, Hamdani, Dr., M.A., dan Beni Ahmad Saebani, Drs., M.Si., Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung : Pustaka setia, 2013)
Mahbubi M., Pendidikan Karakter (Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter), (Pustaka Ilmu : Yogyakarta, 2012)
Miswari, Zuhairi, Hadrotusssyaikh Hasyim Asy’ari (Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan), (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2010)
Dokumen 1 Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KTSP), KurikulumMTs. NU UngaranTahunAjaran 2013/2014, Ungaran Barat, 2013.




[1] Jamal Makmur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta : Diva Press : 2011), hlm. 7-9.
[2] Dr. Hamdani Hamid, M.A., dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung : Pustaka setia, 2013), hlm. 33.
[3] Ibid, hlm. 37-39.
[4] M. Mahbubi, Pendidikan Karakter (Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter), (Pustaka Ilmu : Yogyakarta, 2012) hlm. 16

[7] M. Mahbubi, Op. Cit., hlm. 17
[8] Zuhairi Miswari, Hadrotusssyaikh Hasyim Asy’ari (Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan), (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2010) hlm.  103.
[10] M. Mahbubi, Op. Cit., hlm. 31
[11] Dokumen 1 Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KTSP), KurikulumMTs. NU UngaranTahunAjaran 2013/2014, Ungaran Barat, 2013.

[12] Ibid.