OLEH : MOHAMMAD ARIFUDDIN
A.
PENDAHULUAN
Globalisasi
yang sekarang terjadi di Indonesia tidak hanya mendatangkan dampak positif,
tetapi juga dampak negatif. Kompetensi, integrasi, dan kerja sama adalah dampak
positif globalisasi. Lahirnya generasi instan (generasi now, sekarang, langsung
bisa menikmati keinginan tanpa proses perjuangan dan kerja keras), dekadensi
moral, dan konsumerisme, bahkan permisifisme adalah sebagian dari dampak
negatif dari globalisasi.
Globalisasi
sudah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah terpencil sekalipun,
masuk ke rumah-rumah, membombardir pertahan moral dan agama, sekuat apapun
dipertahankan. Televisi, internet, koran, handphone, dan lain-lain adalah media
informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat, menggulung sekat-sekat
tradisional yang selama ini dipegang kuat-kuat.
Moralitas
menjadi longgar. Sesuatu yang dahulu dianggap tabu, sekarang menjadi
biasa-biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati
hiburan di tempat-tempat spesial dan menikmati narkoba menjadi tren dunia
modern yang sulit ditanggulangi. Globalisai menyediakan seluruh fasilitas yang
dibutuhkan manusia, negatif maupun positif. Banyak manusia terlena dengan
menuruti seluruh keinginannya, apalagi memiliki rezeki melimpah dan lingkungan
kondusif.
Akhirnya,
karakter anak bangsa berubah menjadi rapuh, mudah diterjang ombak, terjerumus
dalam tren budaya yang melenakan, dan tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan.
Prinsip-prinsip moral, budaya bangsa, dan perjuangan hilang dari karakteristik
mereka. Inilah menyebabkan dekadensi moral serta hilangnya kreativitas dan
produktivitas bangsa. Sebab, ketika karakter suatu bangsa rapuh maka semangat
konsumerisme, hedonisme, dan permisifisme yang instan dan menenggelamkan.[1]
Disinilah
pentingnya internalisasi pendidikan karakter di sekolah secara intensif dengan
keteladanan dalam program sekolah, baik di kelas, sekolah, maupun sosial kebangsaan
terutama dalam NU yaitu pendidikan karakter berprespektif Ahlussunnah wal
jama’ah (aswaja). Maka dari itu, dalam makalah ini penulis membahas
tentang pendidikan karakter aswaja di MTs. NU Ungaran.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari
pendahuluan yang penulis susun dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
Pendidikan Karakter ?
2.
Apa
itu Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) ?
3.
Bagaimana
Pendidikan karakter Aswaja di MTs. NU Ungaran ?
C.
PEMBAHSAN
1.
Pendidikan Karakter
a. Pengertian
pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik, mencakup keteladanan perilaku guru,
cara guru berbicara atau menyampaikan materi, dan cara guru bertoleransi. Guru
di sini membantu membentuk watak dan sikap serta perilaku peserta didik.[2]
b. Tujuan
pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan akhlak yang menyentuh ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan karakter menjamah unsur
mendalam dari pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter
menyatukan tiga unsur tersebut. Dalam islam ketiga unsur tersebut adalah
akidah, ibadah, dan muamalah (hablum minan nas wa hablum minallah).
Dalam bahasa tauhid sering disebut dengan iman, islam, dan ihsan. Ketiga unsur
itu harus menyatu dan terpadu dalam jiwa anak didik, sehingga akhlak yang
tergabung berlandaskan keimanan, keislaman, dan keikhlasan. Hal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional Pasal 1 Undang-Undang Sikdiknas tahun 2003
menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.
Dengan uraian
tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter bertujuan :
1)
Membentuk
siswa berpikir rasional, dewasa, dan bertanggung jawab;
2)
Mengembangkan
sikap mental yang terpuji;
3)
Membina
kepekaan sosial anak didik;
4)
Membangun
mental optimis dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan;
5)
Membentuk
kecerdasan emosional;
6)
Membentuk
anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa,
bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri.[3]
2.
Ahlussunnah Wal Jama’ah
a. Pengertian Aswaja secara
Bahasa
Ada tiga kata yang membentuk kata tersebut, yaitu :
Ahlun : keluarga, golongan atau
pengikut. Ahlussunnah : orang – orang yang mengikuti
Sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi
Muhammad SAW.)
Wal Jama’ah : Mayoritas ulama dan jama’ah
umat Islam pengikut sunnah Rasul.
Dengan demikian secara
bahasa aswaja berarti orang–orang atau mayoritas para ‘Ulama atau umat
Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau
para ‘Ulama. Al-Jama’ah
ini diadopsi dari hadist Nabi saw :
مَنْ اَرَادَ بِجُبُوحَةَ
اْلجَنَّةَ فَلْيَلْزَمْ اْلجَمَاعَةَ (رواه
الترمذى و الحاكم)
“Barang siapa yang ingin hidup
kehidupan damai di surga, hendaklah ia mengikuti al-Jama’ah.” (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim).[4]
b.
Secara Istilah
Berarti golongan umat Islam yang
dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur
Al Maturidi,sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut
Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf
menganut pada Imam AlGhazali dan Imam
Junaid al Baghdadi.[5]
Lebih jelas lagi K.H. Hasyim asy’ari menjelaskan, Ahlussunnah
wal jama’ah (Aswaja) adalah sekelompok ahli tafsir, hadist, dan fiqh/
merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh pada sunnah Nabi saw dan sunnah al-Khulafa’
ar-Rahidin sesudahnya. Mereka ialah kelompok yang selamat. Mereka
mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab empat,
yaitu : Hanafi, Syafi’i, maliki, dan Hanbali.[6]
Beliau juga menambahkan bahwa al-Jama’ah
berarti menjaga kekompakan, kebersamaan, dan kolektivitas. Dikatakan al-Jama’ah
karena golongan ini selalu menjaga kekompakan, kebersamaan, dan kolektifitas
sesama. Meskipun terjadi perbedaan pandangan, perbedaan tersebut tidak
berakibat pada sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan, dan memfasikkan.[7]
c. Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dalam
praktiknya, paham Ahlussunnah wal jama’ah sebagaimana digambarkan oleh
KH. Hasyim Asy’ari telah dipraktikkan secara konsisten oleh para ulama yang
berada dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU) dan hampir sebagian besar ulama
di berbagai penjuru dunia. Di dalam internal NU, paham Ahlussunnah wal
jama’ah sebagaimana dirancang bangun Beliau merupakan sebuah acuan yang
diterjemahkan dalam pendidikan keagamaan yang berkembang di pondok pesantren
maupun madrasah diniyah formal atau non formal.[8]
Ajaran Ahlussunnahwaljama’ah yang sering
diajarkan dalam Lembaga pendidikan
formal maupun non formal dalam wadah naungan LP Ma’arif NU adalah
sebagai berikut :
Karakteristik
Awaja versi NU
Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut
dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
at-Tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim
kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disariatkan dari firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat
pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas
(sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi
(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah:
143).
Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam
penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan
dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:
لَقَدْ
أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ
وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti
kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca
(penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid:
25)
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi
orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur
kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan
kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan
pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga
mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta
menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan
berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam
meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:
فَقُولَا
لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS)
kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia
ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS
dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu
Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan,
"Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah
menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu
dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih
berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq
bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
(Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)
1) Akidah.
a) Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b) Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c) Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik,
bid'ah apalagi
kafir.
2) Syari'ah
a)
Berpegang
teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b)
Akal
baru dapat digunakan pada masalah yang tidak ada nash yang je1as
(sharih/qotht'i).
c)
Dapat
menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang
multi-interpretatif (zhanni).
3) Tashawwuf/ Akhlak
a)
Tidak
mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam,
selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum Islam.
b)
Mencegah
sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c)
Berpedoman
kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut
dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan
sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4) Pergaulan antar golongan
a)
Mengakui
watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur
pengikatnya masing-masing.
b)
Mengembangkan
toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c)
Pergaulan
antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d)
Bersikap
tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5) Kehidupan bernegara
a)
NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan
kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b)
Selalu
taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
c)
Tidak
melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d)
Kalau
terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang
baik.
6) Kebudayaan
a)
Kebudayaan
harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma
dan hukum agama.
b)
Kebudayaan
yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun
datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c)
Dapat
menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan
(al--muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
7) Dakwah
a)
Berdakwah
bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak
masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b)
Berdakwah
dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c)
Dakwah
dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.[9]
c. Tadisi Aswaja NU
Tradisi NU yang masih dilestarikan
oleh masyarakat NU hingga saat ini, diantara : Tahlil, Ziarah Kubur,
Istighosah, Tawassul, Bedhug, Tabarrukan, Bilal pada salat jum’at dan tarawih,
membaca Maulid al-barjanji dan mawlid al-Diba’iy, Manaqib Karamah, Khawariq li
al-Adah, Ru’yat al Hilal, Qunut, Tarawih dan Witir 23 rakaat, biji tasbih, dan
sebagainya. Dari beberapa tradisi NU yang dipaparkan tersebut, tradisi NU yang
diterangkan di sini hanya ada tiga saja, yaitu :
1)
Tahlil
Tahlil
adalah serangkaian bacaan kalimat toyyibah secara sendiri maupun berjama’ah
dalam rangka mendo’akan orang yang meninggal. Mereka berharap agar amalnya
diterima oleh Allah swt dan diampuni dosanya. Tahlil ini dilakukan sejak malam
pertama hingga tujuh harinya, kemudian dilanjutkan pada hari ke 40, 100, 1.000,
serta setiap tahun (haul).
2)
Ziarah
Kubur
Ziarah
kubur ialah mendatangi makam keluarga, ulama’, dan wali untuk mendo’akan
mereka. Biasanya dilakukan kamis sore atau jum’at pagi. Aktivitas yang
dilakukan berupa bacaan tahlil dan surat al-Qur’an. Manfaat dari ziarah kubur
ini ialah mengingatkan peziarah, bahwa semua manusia akan mengalami kematian.[10]
3)
Maulid
Nabi saw
Maulid
Nabi adalah hari saat Nabi Muhammad saw dilahirkan atau memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad saw dengan membaca barjanji. Maulid diperingati oleh
warga NU setiap tanggal 12 Rabiul Awal yaitu pas hari lahirnya Rasulullah
Muhammad saw dan diakhiri hingga hari hari bulan Rabi' Al-Tsani (Ba'da Mulud).
Adapun isi dari peringatan maulid Nabi adalah sebagai berikut :
a)
Pembacaan
shalawat untuk nabi Muhmmad saw beserta keluarganya
b)
Pembacaan
biografi/perjalanan hidup nabi Muhammad saw
c)
Mengenang
jasa-jasa dan perjuangan nabi Muhammad saw
d)
Menghayati
kemuliaan nabi Muhammad saw sebagai suritauladan (uswatun hasanah)
e)
Peningkatan
syiar islam
f)
Peningkatan
kepedulian sosial melalui kegiatan bakti sosial.
3.
Pendidikan Karakter Aswaja di MTs. NU Ungaran
a.
Pendidikan
Karakter Aswaja di Kelas (Class Learning)
Pendidikan aswaja di MTs. NU Ungaran masuk dalam standar isi yaitu
komponen muatan lokal dalam pelajaran Ke-NU-an. Berdasarkan Surat Keputusan
Madrasah NU Ungaran No. 004/MTs.NU/C.19/VII/2013 mulok yang dikembangkan di
MTs. NU Ungaran salah satunya adalah mata pelajaran ke-NU-an.[11]
Ke-NU-an di MTs. NU Ungaran merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan di
MTs. NU Ungaran, mengingat selain madrasah ini menggunakan nama NU tetapi juga
tercantum dalam salah satu misi MTs. NU Ungaran. Adapun VISI dan MISI MTs. NU
Ungaran yaitu sebagai berikut :
VISI :
Taat pada
ajaran agama, kompetitif dalam pengetahuan, dan santun dalam berakhlakul
karimah.
MISI :
· Membimbing siswa dengan ajaran Islam (Ahlussunnah wal jama’ah)
· Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan ilmu umum dan agama
· Membimbing siswa berakhlakul karimah berbasis salafiyah.[12]
Pelajaran
Ke-NU-an merupakan pelajaran yang mengajarkan kepada siswa paham ahlussunnah
wal jamah, baik dari karakteristik aswaja, sumber hukum aswaja, tradisi amaliah
aswaja (tahlil, maulid Nabi saw, dll), mabadiu khaira ummah, dan lain-lain.
Dengan adanya mata pelajaran Ke-NU-an tersebut, siswa-siswi
diharapkan memiliki karakter aswaja, yaitu seperti sikap tasamuh
(toleransi), ta’awun (saling tolong menolong), tawazun
(Seimbang), dan tawasuth (moderat). Selain itu, menambah pengetahuan
siswa tentang aswaja dan juga organisasi NU. Juga menamkan isi kandungan prinsip-prinsip
umat terbaik (mabadiu khaira ummah), seperti sikap jujur (as-shidqu),
menepati janji (al-amanah wal wafa bil ahdi), bersikap adil (al-adalah),
sikap tolong-menolong (at-ta’awun),
dan sikap konsisten (istiqomah).
Sikap-sikap tersebut diajarkan dan dicontohkan (suri tauladan)
kepada para siswa. Sehingga dengan pengajaran dan contoh kepada para siswa
bahwa warga NU memiliki karakteristik dan prinsip umat yang terbaik, maka sikap
tersebut akan melekat pada diri para siswa sepanjang hayatnya. pendidikan
sikap-sikap tersebut merupakan pendidikan karakter aswaja.
b.
Pendidikan
karakter Aswaja di Sekolahan (School Learning)
Pendidikan karakter yang diterapkan
dalam lingkungan MTs. NU Ungaran adalah dengan menumbuhkan rasa kebiasaan
siswa-siswi untuk melaksanakan tradisi NU. Seperti halnya yang telah dibahas di
atas seperti Tahlil, Ziarah Kubur, Istighosah, Tawassul, Bedhug, Tabarrukan,
Bilal pada salat jum’at dan tarawih, membaca Maulid al-barjanji dan mawlid
al-Diba’iy, Manaqib Karamah, Khawariq li al-Adah, Ru’yat al Hilal, Qunut,
Tarawih dan Witir 23 rakaat, biji tasbih, dan sebagainya.
Setiap hari pada pagi hari siswa
MTs. NU Ungaran dari kelas VII sampai dengan kelas IX membaca asmaul husna dan
doa asmaul husna secara bersama-sama. Kemudian setiap hari sabtu pagi semua
siswa bersama-sama istighosah dan tahlil di halaman MTs. NU Ungaran. Tradisi NU
lain yang diajarkan adalah membaca maulid barjanji ketika bulan maulid di pagi
hari menggantikan membaca asmaul husna hanya di bulan maulid. Dan memperingati Maulid
Nabi Muhammad saw setiap tahun bersama orang tua siswa , guru dan karyawan
serta pengurus dan komite. Tradisi NU tersebut dipraktekkan secara langsung
dengan cara berjama’ah atau bersama-sama secara rutin dan terjadwal untuk
membiasakan para siswa-siswi mengamalkan tradisi NU tersebut supaya ketika
terjun di masyarakat nanti sudah terampil dan terbiasa mengamalkannya.
D.
KESIMPULAN
Dari
makalah yang penulis susun, dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
1.
Pendidikan
karakter aswaja di MTs. NU Ungaran di dalam kelas (class learning),
yaitu mempelajari ke-NU-an sebagai mata pelajaran aswaja dalam komponen muatan
lokal. Di dalam mata pelajaran tersebut siwa-siswi mempelajari aswaja dan organisasi
NU. Yang di dalamnya juga diajari sikap sebagai warga NU yaitu karakteristik
aswaja dan Mabadiu Khaira Ummah.
2.
Pendidikan
Aswaja di MTs. NU Ungaran dalam lingkungan sekolah, yaitu membiasakan siswa
untuk mengamalkan tradisi NU seperti tahlil, istighosah, melantunkan asma’ul
husna dan do’anya, Maulud barzanji (asroqolan), dll. Supaya tradisi NU itu
selalu lestari dari generasi ke generasi dan bisa bermanfaat ketika hidup di
tengah-tengah masyarakat.
E.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang penulis susun. Penulis sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmani, Jamal Makmur, Buku
Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta : Diva
Press : 2011)
Hamid, Hamdani, Dr., M.A., dan Beni
Ahmad Saebani, Drs., M.Si., Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung :
Pustaka setia, 2013)
Mahbubi M., Pendidikan Karakter
(Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter), (Pustaka Ilmu :
Yogyakarta, 2012)
http://mtssnu-ungaran.blogspot.com/2012/05/sejarah-perkembangan-aswaja-di.html. hari senin, 7 April 2014.
Miswari, Zuhairi, Hadrotusssyaikh
Hasyim Asy’ari (Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan), (Jakarta : PT Kompas
Media Nusantara, 2010)
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,23923-lang,id-c,warta-t,Aswaja+Ala+NU+Miliki+Ciri+Khas+Tersendiri-.phpx, Senin, 7 April 2014
Dokumen 1 Kurikulum Tingkat
SatuanPendidikan (KTSP), KurikulumMTs. NU UngaranTahunAjaran 2013/2014, Ungaran
Barat, 2013.
[1]
Jamal Makmur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta : Diva Press : 2011), hlm. 7-9.
[2]
Dr. Hamdani Hamid, M.A., dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Pendidikan
Karakter Prespektif Islam, (Bandung : Pustaka setia, 2013), hlm. 33.
[3]
Ibid, hlm. 37-39.
[4]
M. Mahbubi, Pendidikan Karakter (Implementasi Aswaja sebagai Nilai
Pendidikan Karakter), (Pustaka Ilmu : Yogyakarta, 2012) hlm. 16
[5]
http://mtssnu-ungaran.blogspot.com/2012/05/sejarah-perkembangan-aswaja-di.html.
hari senin, 7 April 2014.
[7]
M. Mahbubi, Op. Cit., hlm. 17
[8]
Zuhairi Miswari, Hadrotusssyaikh Hasyim Asy’ari (Moderasi, Keumatan, dan
Kebangsaan), (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2010) hlm. 103.
[10]
M. Mahbubi, Op. Cit., hlm. 31
[11]
Dokumen 1 Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan
(KTSP), KurikulumMTs. NU UngaranTahunAjaran 2013/2014, Ungaran Barat, 2013.
[12]
Ibid.
No comments:
Post a Comment