Pada bulan Desember 2009, organisasi al-Irsyad Jember mengadakan pelatihan akidah Syi'ah selama lima hari. Di antara pembicaranya adalah seorang tokoh Wahhabi dari Malang, Agus Hasan Bashori Lc, M.Ag, yang dikenal dengan Ustadz Abu Hamzah. Ia dikenal dengan Ustadz Salafi yang memiliki jam terbang tinggi. Beberapa perguruan tinggi salafi, membanggakan Abu Hamzah karena menjadi salah satu dosen tamu istimewanya.
Ternyata dalam pelatihan yang semula difokuskan pada persoalan ajaran Syi'ah, Abu Hamzah juga memberikan materi tentang bid'ah, dengan mengkaji kitab Ushul al-Bida', karangan Ali Hasan al-Halabi, ulama Wahhabi dari Yordania yang murid Syaikh Nashir al-Albani.
Dalam materi yang disampaikannya, Abu Hamzah berkata begini, "Bid'ah dalam beribadah adalah membuat cara-cara baru dalam ibadah yang belum pernah diajarkan pada masa Rasulullah saw, seperti membaca sholawat yang disusun oleh kalangan ulama shufi, berdoa dengan doa-doa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw dan sahabat dan berdzikir secara keras dan bersama-sama sehabis shalat berjamaah."
Mendengar pernyataan ini, seorang peserta yang masih belum selesai S1 di STAIN Jember bertanya kepada Abu Hamzah, "Kalau bapak mendefinisikan bid'ah seperti itu, kami punya tiga pertanyaan berkaitan dengan konsep bid'ah yang Anda sampaikan.
Pertama, bagaimana dengan redaksi shalawat yang disusun oleh Sayyidina Ali, Ibnu Mas'ud, Imam al-Syafi'i dan lain-lain, yang jelas-jelas tidak ada contohnya dalam hadits Rasulullah saw. Beranikah Anda mengatakan bahwa dengan sholawat yang mereka susun, berarti Sayyidina Ali, Ibnu Mas'ud, Imam al-Syafi'i itu termasuk ahli bid'ah?
Kedua, kalau Anda menganggap doa-doa yang disusun oleh para ulama termasuk bid'ah, bagaimana Anda menanggapi doa yang disusun oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang dibaca oleh beliau selama 40 tahun dalam sujud ketika shalat. Beliau membaca doa berikut itu:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ
"Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi'i".
Doa ini dibaca oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam setiap sujud dalam shalatnya selama empat puluh tahun. Pertanyaan kami, beranikah Anda menganggap Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ahli bid'ah yang akan masuk neraka?
Ketiga, kalau Anda menganggap berdzikir secara berjama'ah itu bid'ah, bagaimana Anda menanggapi Ibnu Taimiyah yang melakukan dzikir jama'ah setiap habis sholat shubuh, lalu dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah sampai Matahari naik ke atas, dan ia selalu menatapkan matanya ke langit. Padahal apa yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah ini tidak ada contohnya dari Rasulullah saw. Pertanyaan kami, beranikah Anda menganggap Ibnu Taimiyah termasuk ahli bid'ah dan ahli neraka?"
Mendengar pertanyaan ini, akhirnya Abu Hamzah diam seribu bahasa, tidak bisa menjawab. Dan akhirnya dia membicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan. Dan begitulah, Ustadz Abu Hamzah yang pernah berguru kepada banyak Syaikh Wahhabi di Saudi Arabia itu, dikalahkan oleh seorang anak bau kencur yang belum selesai meraih gelar S1 di STAIN Jember. Wallahu a'lam.
Ternyata dalam pelatihan yang semula difokuskan pada persoalan ajaran Syi'ah, Abu Hamzah juga memberikan materi tentang bid'ah, dengan mengkaji kitab Ushul al-Bida', karangan Ali Hasan al-Halabi, ulama Wahhabi dari Yordania yang murid Syaikh Nashir al-Albani.
Dalam materi yang disampaikannya, Abu Hamzah berkata begini, "Bid'ah dalam beribadah adalah membuat cara-cara baru dalam ibadah yang belum pernah diajarkan pada masa Rasulullah saw, seperti membaca sholawat yang disusun oleh kalangan ulama shufi, berdoa dengan doa-doa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw dan sahabat dan berdzikir secara keras dan bersama-sama sehabis shalat berjamaah."
Mendengar pernyataan ini, seorang peserta yang masih belum selesai S1 di STAIN Jember bertanya kepada Abu Hamzah, "Kalau bapak mendefinisikan bid'ah seperti itu, kami punya tiga pertanyaan berkaitan dengan konsep bid'ah yang Anda sampaikan.
Pertama, bagaimana dengan redaksi shalawat yang disusun oleh Sayyidina Ali, Ibnu Mas'ud, Imam al-Syafi'i dan lain-lain, yang jelas-jelas tidak ada contohnya dalam hadits Rasulullah saw. Beranikah Anda mengatakan bahwa dengan sholawat yang mereka susun, berarti Sayyidina Ali, Ibnu Mas'ud, Imam al-Syafi'i itu termasuk ahli bid'ah?
Kedua, kalau Anda menganggap doa-doa yang disusun oleh para ulama termasuk bid'ah, bagaimana Anda menanggapi doa yang disusun oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang dibaca oleh beliau selama 40 tahun dalam sujud ketika shalat. Beliau membaca doa berikut itu:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ
"Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi'i".
Doa ini dibaca oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam setiap sujud dalam shalatnya selama empat puluh tahun. Pertanyaan kami, beranikah Anda menganggap Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ahli bid'ah yang akan masuk neraka?
Ketiga, kalau Anda menganggap berdzikir secara berjama'ah itu bid'ah, bagaimana Anda menanggapi Ibnu Taimiyah yang melakukan dzikir jama'ah setiap habis sholat shubuh, lalu dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah sampai Matahari naik ke atas, dan ia selalu menatapkan matanya ke langit. Padahal apa yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah ini tidak ada contohnya dari Rasulullah saw. Pertanyaan kami, beranikah Anda menganggap Ibnu Taimiyah termasuk ahli bid'ah dan ahli neraka?"
Mendengar pertanyaan ini, akhirnya Abu Hamzah diam seribu bahasa, tidak bisa menjawab. Dan akhirnya dia membicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan. Dan begitulah, Ustadz Abu Hamzah yang pernah berguru kepada banyak Syaikh Wahhabi di Saudi Arabia itu, dikalahkan oleh seorang anak bau kencur yang belum selesai meraih gelar S1 di STAIN Jember. Wallahu a'lam.