MADRASAH RINTISAN UNGGULAN NU KABUPATEN SEMARANG

Ke-NU-an

Membimbing Siswa Dengan Ajaran Islam (Ahlussunnah wal Jama'ah)

Sunday, October 16, 2011

MENGAPA MEMILIH NU

Oleh : K.H. Wahid Hasyim  
Pada bulan april 1934, ketika saya baru datang dari luar negri, datanglah permintaan-permintaan dan ajakan –ajakan dari beberapa perhimpunan dan partai islam agar saya menggabungkan diri pada mereka. Antaranya dari nahdlatul ulama(NU). Daya saya tidak segera memenuhi permintaan dan ajakan-ajakan itu hampir empat tahun saya menimbang, baru menentukan sikap memasuki salah satu dari perhimpunan-perhimpunan atau partai –partai tadi Kemungkinan saya dua, masuk pada perhimpunan-perhimpunan atau partai-partai yang telah ada, atau mendirikan perhimpunan atau partai sendiri yang baru. Terus terang saya uraikan di sini, bahwa perhimpuan-perhimpunan atau partai-partai di waktu itu, saya pandang tidak memuaskan. Perhimpunan A kurang radikal, Partai B kurang Pengaruh, partai C kurang banyak kaum terpelajarnya, partai D kurang jujur pimpinanya. 1001 macam kekurangan-kekurangan di pandangan saya.Demikian kata mukadimah dari suatu ceramah Al-marhum K.H.A Wahid Hasyim yang diberikan di hadapan pemuda-pemuda yang berasal dari Indramayu yang terhimpun dalam organisasi “ gerakan pendidikan politik muslim indonesia yang sengaja didirikan untuk menambah pengetahuan mereka dalam lapangan politik dan kepartaian yang juga di uraian beliau ini dimuat di dalam risalah stensil dari NU cabang Jakarta .Maka sementara belum mendapat “jodoh “ demikian uraian beliau ini lebih lanjut perhimpunan atau partai yang cocok dengan pikiran dan perasaan saya, lalu saya bangunkan suatu perhimpunan kecil . saya di sini tidak akan menceritakan kecil tempat menggembleng beberapa puluh pemuda islam itu, karena bukan itulah maksudnya karangan ini. Sebenarnya perhimpunan itu namanya ikatan pelajar islam. Telah merupakan hasil pertama dari percobaan saya untuk mentatbik (toepasswn) teory-teory di dalam kenyataan-kenyataan .Barulah pada tahun 1938 saya memilih perhimpunan Nahdlatul Ulama untuk tepat saya bergerak mengembangkan sayap dan kecakapan.Apakah pertimbangan saya guna mementukan pilihan itu? Itulah yang akan saya bentangkan di bawah ini. Mula-mula saya insaf  bahwa tidak ada satupun perhimpunan yang seratus persen memuaskan. Ibaratnya seperti jodoh yang memuaskan sungguh-sungguh kecantikannya, kecerdasannya, rumahnya, saudara-saudaranya, kemenakannya dan lain-lain lagi, pasti tidak terdapat di dunia ini.Oleh karena perhimpunan atau partai yang memuaskan seratus persen itu tidak pernah ada, maka harus dipilih yang paling ringan kekurangan-kekurangannya. Mula-mula saya memakai ukuran keradikalan (ketangkasan dan kecepatan) untuk memilih dari jurusan ini NU memang Nahdlatul Ulama tidak memenuhi keinginansaya , Nahdlatul Ulama perhimpunan orang-orang tua yang gerakannya lambat, tidak terasa, tidak revoluisioner. Akan tetapi beberapa kenyataan tidak dapat dibantah, yaitu diwaktu perhimpunan-perhimpunan pemuda-pemuda islam yang laiannya selama digerakan di dalam waktu sepuluh tahun baru mempunyai cabang di dua puluh tempat yang letaknnya berdekatan , maka Nahdlatul Ulama sudah menjalar hampir merantai enam puluh persen dari seluruh daerah indonesia . jadi apalah artinya radikal dan revolusioner , jika hasilnya di dalam jangka sepuluh tahun masih baru mempunyai cabang sepuluh dan hanya berputar di daerah keresidenan saja? Begitulah pikir saya ketika telah membangding-bandingitu. Satu hal yang saya pakai menjadi ukuran sudah saya tinggalkan, setelah saya menentukan bahwa yang penting di dalam hal ini bukanlah “kegagahan” di dalam berjuang, tetapi hasil dari pada perjuangan itu sendiri. Kemudian saya memandang ukurna lain, yaitu banyaknya terpelajar di dalam suatu perhimpunan atau partai yang akan saya pilih. Dari jurusan itu Nahdlatul Ulama memang miskin sekali. Untuk mencari akademisi di dalam NU adalah ibaratnya seperti mencari orang berjualan es pada waktu jam satu malam. Akan tetapi, setelah saya banding-banding, saya mendapat kenyataan, bahwa banyaknya orang terpelajar tinggi di dalam suatu perhimpunan atau partai bukanlah menjadi jaminan bahwa perhimpunan atau partai itu akan maju, sebab maju atau mundurnya suatu perhimpunan atau partai bukanlah otak semata-mata tetapi yang utama adalah mentalitet (atau kalau memakai bahasa agama; budi dalam arti luas).Banyak perhimpunan-perhimpunan dan partai-partai “ yang penuh” dengan kaum tepelajar tinggi, tetepi mentalitet-nya tidak mendekatkan macamnya, maka tenaga perhimpunan itu habis di dalam pergolakan ke dalam saja. Sebaliknya partai yang organisasinya rapi seperti PKI misalnya walaupun tidak mempunya anggota kaum terpelajar tinggi, tetapi kokoh dan lancar. Jadi kekurangan bahkan kekosongan NU dari kaum terpelajar itu tidaklah menjadi ukuran bahwa kemungkinanya maju akan berkurang. Sebaliknnya ada dua hal lagi yang sering menjadi keberatan bagi pemuda-pemuda islam untuk memasuki Nahdlatul Ulama. Pertama NU terlampau “streng” terlampau “keras” di dalam tuntutannya (esensinya) pada anggota, mengenai kewajiban-kewajiban agama. Tiap-tiap anggota NU harus “beres” sembahyangnya, jumat-nya, puasanya dan lain lain kewajiban agama lagi. Nahdlatul Ulama di dalam hal kehidupan prive anggota-anggotanya memiliki ukuran yang berat. Anggotanya yang menjalankan kehidupan prive kurang “sedap” di dalam pandangan para ulama mendapat “peringatan-peringatan” bahwa di dalam Anggaran Dasar NU disebutkan kemungkinan pemecatan seorang anggota berdasar atas perbuatan-perbuatannya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut ajaran islam. Memang tuntutan NU yang “berat” dan “keras” serta “streng” itu malah makin mendorongnya untuk masuk. Dan bagi orang yang telah menjadi anggota, dirasakan sebagai batas ujian yang memelihara dinamika mereka agar tetap terjaga baik. Suatu perhimpuanan atau partai yang mempunayi penyaringan dan ujian, memang di dalam tingkat pertama dari hidupnya, tidak mungkin mempunyai anggota banyak, karena dirasa berat oleh calon-calon anggota. Tetapi setelah berjalan beberapa lama, pasti akan terdapat didalmanya suasananya yang harmonis dan persaudaraan yang sukar terdapat di dalam perhimpunan-perhimpunan atau partai-partai yang “murah” menerima anggota! Dengan sendirinya perhimpunan atau partai tadi lalu kuat, maka dengan sendirinya lalu partai tadi menarik orang-orang luar. Karena kehidupan perhimpunan- perhimpunan atau partai-partai sangat dipengaruhi hukum kuat, pasti menarik dan yang lemah tidak dihiraukan orang.Yang kedua, ialah faktor ulama didalam NU, seolah-olah memonopoli perhimpunan. Sedang pandangan mereka selalu didasarkan pada keterangan dan perkataan-perkataan para ulama yuang terdahulu di dalam kitab-kitab dan buku agama. Oleh karena demikian maka kemerdekaan bergeraknya perhimpunan tentuakan terhalang oleh pandangan para ulama yang di anggapnya “kolot” itu tadi.Begitulah anggapan orang luar.Akan tetapi bagi orang yang suka menyelidiki sungguh-sungguh, akan terdapatlah kenyataan bahwa di dalam Nahdlatul Ulama kedudukan para ulama itu tidak lebih dari anggota-anggota biasa; jadi tidaklah memonopoli perhimpunan. Mereka itu hanya sebagai penjaga-penjaga pelajaran-pelajaran islam, jangan sampai dilanggar oleh anggota-anggotanya, karena jika aggota sudah melanggar ajaran-ajaran agamanya, maka siapa lagi yang akan sudi memelihara dan menjaga pelajaran-pelajaran agama itu, sama sekali tidaklah “beku” dan “jumud” tetapi senantiasa dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan keadaan, asal saja di dalam dasarnya tidak bertentengan dengan pokok-pokok islam. Demikianlah setelah saya menyeidiki keadaan dan suasana pada tiap-tiap perhimpunann atau partai, baik yang berdasar islam, maupun kebangsaan, sayapun lalu yakin, bahwa Nahdlatul Ulama malah yang memberi kemungkinan banyak bagi kebangkitnya umat islam di Indonesia. Faktor-faktor di dalamnya yang dulunya saya anggap sebagai” rintangan “bagi kemajuan, malah sebaliknya ternyata sebagai faktor-faktor mempercepat kemajuan. Sejak tahun 1938, saya menjadi anggota NUsetelah berpikir hampir empat Tahun lamanya, lepas dari pengaruh perasaan, sentiment dan keturunan. 
(Gema multi media Tahun I November 1953).

 Dikutip dari:
Mengapa memilih NU? (konsepsi tentang agam, pendidikan dan politik) 
H.wahid Hasyim Penerbit: PT Inti Sarana Aksara Jakarta,1985

No comments:

Post a Comment